Sabtu, 02 Juni 2012

Forum HIPMAT

Satriano Pangkey
IMA Minsel
GERAKAN PENEGAKAN PASAL 33 UUD 1945
DI SULAWESI UTARA
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulut, Ikatan Mahaiswa Minahasa Selatan (IMAMINSEL), Gerakan Mahasiswa Talaud (GMT)

PERNYATAAN SIKAP
Kedaulatan rakyat atas sumber daya alam sesuai yang tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945 kembali coba di renggut. Masyarakat yang merupakan elemen penentu dalam pembentukan Negara kembali dihadap-hadapkan langsung dengan koorporasi-koorporasi asing yang ingin merampas tanah dan lahan pekerjaan masyarakat tanpa ada usaha perlindungan dari aparatur pemerintahan negara. Masyarakat dipaksanakan untuk menjual kedaulatannya atas tanah dengan harga murah atau dipaksa untuk menyerahkan tanahnya secara sukarela lewat berbagai tindakan represif oleh pihak koorporasi atau oleh pihak apartur hukum pemerintahan. Kejadian Bima, Riau, Jambi, dan berbagai daerah lainnya dimana aparatur Negara secara membabi buta merepresif rakyat yang berjuang untuk kedaulatan tanahnya adalah bukti bahawa terjadi tindakan sistemis untuk menghancurkan kedaulatan rakyat. Rakyat pun harus bertahan dengan kemampuan seadanya demi mempertahankan apa yang menjadi hak mereka walaupun harus berhujung pada pengorbanan nyawa.
Sebagai sebuah kesadaran akan pentingnya Pasal 33 UUD 1945 maka di Minahasa Selatan, Rakyat Desa Picuan dan Picuan Satu mengadakan perlawan terhadap pengalihan kawasan pertambangan rakyat seluas 822 H yang dikelola secara Koperasi menjadi Pertambangan yang dikelola oleh Koorporasi Asing. Rakyat menolak adanya SK Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Sumber Energi Jaya, karena telah menghilangkan hak rakyat untuk mengelola kawasan tersebut sebagai kawasan pertambangan rakyat yang jauh sebelumnya telah disahkan lewat Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No 673K/20.01/DJP/1998 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat untuk Bahan Galian Emas di daerah Alason dan Ranoyapo Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Kawasan Ranoyapo adalah kawasan yang setelah pemekaran wilayah masuk dalam Kabupaten Minahasa Selatan.
Perjuangan rakyat ini tidaklah dipandang sebagai sebuah kesadaran bernegara yang baik yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi dijadikan sebagai musuh dan menghadiahi rakyat berbagai tindakan mengkriminalkan, pengancaman, bahkan penembakan. Berawal sejak Februari 2012 seorang Pendeta Bpk. Edison Kesek ditahan dengan tuduhan penambang liar di kawasan pertambangan rakyat tersebut, kemudian terjadi juga upaya penangkapan terhadap beberap tokoh masyarakat dengan tuduhan yang sama pada 20 April 2012 dini hari. Pada upaya penangkapan di 20 April tersebut aparat kepolisan dan beberapa kelompok yang tidak beridentitas memasuki Desa Picuan dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam lainnya (samurai), dan polisi sempat melepaskan tembakan disaat tidak ada perlawanan dari warga. Tindakan inilah yang kemudian menyulut amarah warga untuk mengusir polisi dari Desa karena dianggap mengganggu kenyamanan yang sedang tidur dan merusak mobil-mobil yang ditumpangi polisi dengan maksud agar mobil-mobil tersebut tidak akan dipakai lagi untuk penyergapan-penyergapan tak berperikemanusian seperti yang terjadi pada 20 April dinihari tersebut.
Kejadian di 20 April dinihari ini terus menerus dijadikan alasan oleh kepolisian untuk mengkriminalkan rakyat Picuan dengan harapan agar rakyat Picuan mengendurkan semangatnya untuk menolak pengalihan kawasan pertambangan rakyat menjadi pertambangan koorporasi. Namun perjuangan rakyat tidaklah menunjukan adanya penyurutan bahkan telah mendapat simpati dari berbagai elemen masyarakat (Organisasi Mahasiswa), hingga berhujung pada penyerangan kembali aparat kepolisian ke Desa Picuan dan Picuan Satu pada Sabtu 26 Mei 2012.
Pada sabtu 26 Mei 2012 aparat kepolisian sejak pagi sudah memblokade jalan masuk dan keluar Desa Picuan dan Picuan Satu dari arah Desa Wanga dan Desa Lompat. Pada siang harinya polisi yang berada di Perbatasan Lompat dan Picuan secara membabi buta menembaki rakyat Desa Picuan yang tak bersenjata, hasilnya dua orang warga terkena tembakan brutal polisi masing-masing Leri Sumolang (seorang petani yang baru pulang kebun tertembak di pantat) dan Nautri Marentek (seorang remaja yang tertembak di lengan). Polisi bahkan memblokade akses untuk evakuasi korban luka tembak sehingga korban hanya di obati seadanya di desa.
Polisi dan beberapa kelompok lainnya yang ingin mengingkari Kedaulatan Rakyat Picuan atas kawasan pertambangan rakyat, secara terus menerus membangun kampanye tentang Desa Picuan dan Picuan Satu sebagai daerah yang rawan dan berbahaya sehingga tidak dapat dikunjungi oleh awak media dan warga yang bersimpati dengan perjuangan rakyat Picuan. Polisi beberapa kali melakukan penyerbuan ke pemukiman penduduk untuk mencari aktivis-aktivis mahasiswa yang sedang berada di Desa untuk memperjuangkan penegakan Pasal 33 UUD 1945. Polisi bahkan menangkap seorang aktivis mahasiswa (Iswadi Sual – Ketua LMND Minahasa) dan memaksanya untuk tidak boleh terlibat lagi dalam perjuangan rakyat Picuan.
Tidak hanya menghadapi tindakan membabi buta aparatur pemerintahan, perjuangan rakyat pun dilawan oleh politik adu domba seperti masih di zaman penjajahan kolonial Belanda. Dimana ada mobilisasi rakyat yang dibayar untuk melawan perjuangan rakyat Desa Picuan dan Picuan Satu. Hal ini terbukti lewat beberapa pemberitaan media tentang hasil wawancara tehadap massa demonstran yang menyatakan bahwa mereka di bayar untuk melakukan aksi demonstrasi dalam rangka menandingi Perjuangan rakyat Desa Picuan dan Picuan Satu.
Menindak lanjuti berbagai situasi diatas maka kami dari Liga Mahasiswa nasional untuk Demokrasi (LMND), Ikatan Mahasiswa Minahasa Selatan (IMAMINSEL), Gerakan Mahasiswa Talaud (GMT), menyatakan bahwa Perjuangan Rakyat Picuan dan Picuan Satu adalah benar sebagai bagian untuk menegakan Pasal 33 UUD 1945 di bumi Indonesia, serta menuntut :
1. Kembalikan kawasan pertambangan di Minahasa Selatan sebagai kawasan pertambangan rakyat, dengan MENCABUT SK Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Sumber Energi Jaya.
2. Hentikan tindakan represif aparat kepolisian di Desa Picuan dan Picuan I, serta tarik seluruh aparat keamanan ada di lokasi tersebut.
3. Tangkap dan adili aparat kepolisian yang telah melakukan penembakan membabi buta terhadap rakyat yang tidak bersenjata
4. Berikan tindakan medis yang berkualitas terhadap korban penembakan aparat kepolisian secara gratis.
5. Bebaskan Tanpa Syarat Iswadi Sual yang ditangkap karena membela rakyat Picuan.

Koordinator Lapangan

Satriano Pangkey
KRONOLOGI DI DESA PICUAN DAN PICUAN I, Kec. MOTOLING TIMUR, Kab. MINAHASA SELATAN, SULAWESI UTARA

FEBRUARI 2012
Terjadi penangkapan terhadap seorang pendeta Bpk. Edison Kesek oleh aparat Polres Minahasa Selatan dengan tuduhan sebagai penambang ilegal di kawasan pertambangan rakyat.
Pendeta sendiri adalah anggota koperasi pertambangan rakyat dan sering terlibat dalam penolakan terhadap PT. Sumber Energi Jaya di kawasan pertambangan rakyat.
Hingga saat ini, sang pendeta belum juga di bebaskan. Dan dikabarkan sedang mendekam di Tahanan Polda Sulut

JUMAT 20 APRIL 2012 PUKUL 02.00
Aparat Kepolisian masuk ke desa untuk menangkap beberapa orang yang dituduh melakukan penambangan ilegal di kawasan pertambangan yang sudah di jadikan kawasan pertambangan rakyat. Kawasan pertambangan tersebut adalah kawasan pertambangan rakyat sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum No 673K/20.01/DJP/1998 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat untuk Bahan Galian Emas di daerah Alason dan Ranoyapo Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara.
Catatan : setelah pemekaran wilayah ini menjadi Kab. Minahasa Selatan.
Terjadi penganiayaan dan pengancaman serta penembakan disaat tidak ada perlawanan dari warga dalam proses penangkapan tersebut, kejadian ini menyulut kemarahan warga untuk melawan dan mengusir polisi dari desa kerena dianggap telah mengganggu kenyamanan beristirahat warga. Warga pun merusaki mobil yang digunakan oleh polisi untuk masuk ke desa dengan maksud agar kendaraan tersebut tidak digunakan lagi untuk kegiatan-kegiatan tidak berperikemanusiaan seperti ini. Mobil-mobil yang semapat dirusak adalah 1 mobil polisi, 1 mobil kejaksaan, dan 8 mobil pribadi. Saat penggeledahan mobil-mobil yang dipakai polisi dan rombongannya, warga menemukan beberapa senjata tajam seperti samurai, dimana warga sempat mendokumentasikan peralatan yang dibawa rombongan polisi ini.
Tidak ada aparat kepolisian yang dilukai oleh warga walaupun polisi beberapa kali melepaskan tembakan ke udara yang dapat memprovokasi kemarahan warga.
Pada pagi harinya warga menemukan beberapa aparat kepolisian yang sebelumnya lari ke hutan dan tidak mengetahui jalan keluar dari hutan, warga kemudian memberikan makanan dan mengantar polisi tersebut keluar dengan aman dari desa
Polisi kemudian menggunakan alasan pengrusakan mobil oleh warga tersebut untuk mengkriminalkan setiap warga yang berkelamin laki-laki sebagai pelaku kriminal pengrusakan mobil. Untuk beberapa hari sempat memblokade akses masuk ke desa dan mengkampanyekan bahwa Desa Picuan dan Picuan I sebagai daerah yang tidak aman sehingga penjual bahan pokok pun tidak masuk ke Desa. Aparat kepolisisan pun melarang wartawan untuk mengakses berita langsung di Desa picuan dengan alasan kondisinya tidak kondusif.

MINGGU IV APRIL DAN MINGGU I MEI 2012
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) dan Ikatan Mahasiswa Minahasa Selatan (IMMAMINSEL) melakukan aksi solidaritas di depan kampus Universitas Negeri Manado di Tondano untuk mengecam aksi kekerasan aparat kepolisian dan mendukung perjuangan warga karena menilai kawasan pertambangan rakyat adalah amanat dari Pasal 33 UUD 1945.
LMND dan IMMAMINSEL melakukan aksi di Kantor Bupati Minahasa Selatan dan DPRD Kab. Minahasa Selatan pada 10 Mei 2012 untuk menolak SK Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Sumber Energi Jaya selama 20 tahun di kawasan pertambangan rakyat tersebut, dan menuntut penghentian berbagai upaya kriminalisasi terhadap warga di Desa Picuan dan Picuan Satu.

MINGGU III DAN MINGGU IV MEI 2012
Warga melakukan serangkaian rapat-rapat desa untuk menyerap aspirasi setiap warga untuk menyikapi situasi di Desa mereka.
Warga memasang berbagai spanduk di beberapa penjuru Desa sebagai bentuk penolakan terhadap PT. Sumber Energi Jaya.
Lewat Pemberitaan salah satu media cetak Lokal (Manado Post) sempat dikampanyekan berita bohong tentang adanya pembakaran gereja di Desa Picuan dengan motif menjelek-jelekan keadaan di Desa Picuan sehingga sempat menyulut amarah warga.
Jumat 25 Mei ada gelombang aksi massa di Pemkab, Kejaksaan, dan Polres dari warga desa-desa lainnya untuk mendukung PT.SEJ dan meminta penangkapan terhadap Mahasiswa dan organisasi-organisasi yang ikut mengadvokasi permasalahan di Picuan.
Aksi tersebut sempat di isi dengan aksi membakar foto seorang mahasiswa (Iswadi Sual) yang di tuduh sebagi provokator.
Oleh beberapa media cetak dan elektronik diberitakan bahwa demonstrasi ini adalah demonstrasi yang dibayar. Info ini di dapat setelah wartawannya melakukan wawancara dengan warga yang melakukan aksi demonstrasi.

PENYERANGAN 26 MEI 2012
Pukul 08.00 : Ratusan aparat kepolisian berkumpul di pintu masuk Desa Picuan dari Desa Wanga dan Desa Lompat Kec. Motoling Timur
Warga kemudian berkumpul-kumpul di perbatasan Desa untuk mengantisipasi adanya penyerangan polisi, karena info yang berkembang bahwa Polisi Menargetkan Penangkapan terhadap Iswadi Sual (Ketua LMND Minahasa) dan beberapa mahasiswa lainnya yang sedang berada di desa karena di tuduh sebagai Provokator serta beberapa warga yang sering mengeluarkan pernyataan menolak pertambangan oleh PT. SEJ di Minahasa Selatan.
Pukul 10.00 : Salah seorang mahasiswa (Iswadi Sual) mencoba meninggalkan Desa untuk membantu kampanye tentang situasi di Desa Picuan dari luar Desa.
Iswadi Sual di tahan dan dibawa ke Polres Minahsa Selatan di Amurang
David Mogogibung yang bersama-sama dengan Iswadi juga di tahan di Polsek Motoling dengan tuduhan pesekongkolan dengan mahasiswa untuk memprovokasi warga Picuan
Pukul 13.00 : Rombongan Polisi dari arah Desa Wanga yang dipimpin langsung oleh Kapolres Minahasa Selatan mandatangi Desa Picuan. Masuknya polisi ke Desa Picuan dari arah Desa Wanga tidak mendapat perlawanan dari warga karena polisi ingin mengadakan dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat dikantor Kepala Desa (HukumTua) Picuan.
Disaat diskusi terjadi, dari arah Desa Lompat rombongan menyerbu masuk ke Desa sambil melakukan penembakan yang membabi buta.
Akibat penembakan polisi maka dua orang warga terkena tembakan masing-masing: Leri Sumolang (tertembak di pantat sebelah kiri saat akan kembali dari kebun) dan Nautri Marentek (seorang anak remaja yang tertembak di lengan kanan)
Catatan : Korban yang tertembak hingga minggu 27 Mei hanya diberikan perawatan seadanya karena akses ke rumah sakit di blokir oleh aparat kepolisian.
Jatuhnya korban dari warga kemudian menyulutkan amarah warga dan memaksakan warga untuk mempertahankan kawasan tersebut, dan berhasil memukul mundur aparat kepolisian yang mencoba masuk dari arah Desa Lompat.
Warga berinisiatif untuk segera mengungsikan aktivis-aktivis mahasiswa yang masih berada di desa ke tempat yang lebih aman dari penyerangan polisi.
Saat kembali dari perbatasan Desa Picuan dan Desa Lompat untuk menghadang aksi brutal polisi, massa melihat polisi-polisi dan berniat meyerang polisi-polisi tersebut untuk mengusirnya, tapi kemarahan warga ini dapat diredakan oleh tokoh-tokoh masyarakat yang ada.
Lewat pernyataan Kapolres disaat itu bahwa itu adalah peluru karet yang digunakan untuk menembak, tapi warga mencurigai bahwa itu adalah peluru tajam karena pada luka tembak Bpk. Leri Sumolang, pelurunya tembus.
Warga terus menekan aparat kepolisian agar keluar dari desa Pukul 16.00 dan akhirnya berhasil mengusir aparat kepolisian dari Desa. Aparat kepolisian kemudian membangun posko di jalan masuk ke Desa Picuan.
Warga yang masih bertahan di Desa saat ini telah menyiapkan diri untuk segala kemungkinan terburuk, termasuk kemungkinan akan adanya penyerangan kembali oleh parat kepolisian ke Desa mereka.
Pukul 19.00 : Warga mendapatkan informasi bahwa aparat kepolisian telah menambah personil dan akan melakukan penyerangan lagi ke Desa.
Pukul 19.30 : Terdengar tanda bahaya (berupa bunyi tiang-tiang listrik) yang bearti polisi sedang melakukan upaya menyerang kembali ke Desa, warga berjaga-jaga, tapi tidak terjadi konfrontasi antara warga dan polisi.
Pukul 20.30 : Dilaporakan terjadi penjarahan hasil perkebunan warga oleh aparat kepolisian untuk dijadikan makanan mereka dan bertahan di kawasan sekitaran desa Picuan dan Picuan I.
Minggu 27 Mei 2012
Pukul 09.00 : Sebagian besar warga sedang melakukan ibadah minggu.
Melihat situasi yang lengah dari penjagaan warga, maka kepolisian secara paksa menyerbu ke Desa dan memeriksa seluruh rumah penduduk untuk mencari dan menangkap aktivis-aktivis mahasiswa.
Beberapa aktivis mahasiswa dan tokoh masyarakat yang menjadi sasarat penangkapan sepihak polisi tanpa alas an yang jelas berhasil meloloskan diri dan bertahan di hutan-hutan di sekitar Desa.
Pukul 13.00 : Iswadi menelepon kawan-kawan di Desa Picuan dari Polres Minahasa Selatan dan memberitahukan bahwa dia akan dibebaskan dengan syarat, dan telah dipaksa untuk menanda tangani surat pernyataan untuk tidak terlibat dalam perjuangan membantu warga picuan dengan tidak didampingi oleh pengacara. Iswadi kemudian memberitahukan bahwa dia dipaksa oleh polisi untuk meminta kawan-kawan untuk menurunkan berbagai spanduk penolakan, spanduk Pasal 33 UUD 1945, dan bendera organisasi yang telah dibentangkan di beberapa penjuru desa, tetapi di tolak oleh mahasiswa dan warga yang masih bertahan di desa menolak.
Kapolres yang berada di Desa Mengkonfirmasi bahwa kehadiran mereka untuk mengamankan kunjungan Bupati pada Senin, 28 Mei 2012 dI Picuan
Masyarakat memilih untuk bersabar hingga hari senin dan meminta kapolres agar memenuhi janjinya, karena jika tidak maka mereka akan mengusir paksa polisi dari Desa.

ttd
Satriano Pangkey

Tidak ada komentar:

Posting Komentar