GERAKAN PENEGAKAN PASAL 33 UUD 1945 DI SULAWESI UTARA
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Sulut, Ikatan Mahaiswa
Minahasa Selatan (IMAMINSEL), Gerakan Mahasiswa Talaud (GMT)
PERNYATAAN SIKAP
Kedaulatan rakyat atas sumber daya alam sesuai yang tercantum dalam
Pasal 33 UUD 1945 kembali coba di renggut. Masyarakat yang merupakan
elemen penentu dalam pembentukan Negara kembali dihadap-hadapkan
langsung dengan koorporasi-koorporasi asing yang ingin merampas tanah
dan lahan pekerjaan masyarakat tanpa ada usaha perlindungan dari
aparatur pemerintahan negara. Masyarakat dipaksanakan untuk menjual
kedaulatannya atas tanah dengan harga murah atau dipaksa untuk
menyerahkan tanahnya secara sukarela lewat berbagai tindakan represif
oleh pihak koorporasi atau oleh pihak apartur hukum pemerintahan.
Kejadian Bima, Riau, Jambi, dan berbagai daerah lainnya dimana aparatur
Negara secara membabi buta merepresif rakyat yang berjuang untuk
kedaulatan tanahnya adalah bukti bahawa terjadi tindakan sistemis untuk
menghancurkan kedaulatan rakyat. Rakyat pun harus bertahan dengan
kemampuan seadanya demi mempertahankan apa yang menjadi hak mereka
walaupun harus berhujung pada pengorbanan nyawa. Sebagai sebuah
kesadaran akan pentingnya Pasal 33 UUD 1945 maka di Minahasa Selatan,
Rakyat Desa Picuan dan Picuan Satu mengadakan perlawan terhadap
pengalihan kawasan pertambangan rakyat seluas 822 H yang dikelola secara
Koperasi menjadi Pertambangan yang dikelola oleh Koorporasi Asing.
Rakyat menolak adanya SK Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010
tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi
Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Sumber
Energi Jaya, karena telah menghilangkan hak rakyat untuk mengelola
kawasan tersebut sebagai kawasan pertambangan rakyat yang jauh
sebelumnya telah disahkan lewat Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan
Umum No 673K/20.01/DJP/1998 tentang Penetapan Wilayah Pertambangan
Rakyat untuk Bahan Galian Emas di daerah Alason dan Ranoyapo Kab.
Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Kawasan Ranoyapo adalah kawasan yang
setelah pemekaran wilayah masuk dalam Kabupaten Minahasa Selatan.
Perjuangan rakyat ini tidaklah dipandang sebagai sebuah kesadaran
bernegara yang baik yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi
dijadikan sebagai musuh dan menghadiahi rakyat berbagai tindakan
mengkriminalkan, pengancaman, bahkan penembakan. Berawal sejak Februari
2012 seorang Pendeta Bpk. Edison Kesek ditahan dengan tuduhan penambang
liar di kawasan pertambangan rakyat tersebut, kemudian terjadi juga
upaya penangkapan terhadap beberap tokoh masyarakat dengan tuduhan yang
sama pada 20 April 2012 dini hari. Pada upaya penangkapan di 20 April
tersebut aparat kepolisan dan beberapa kelompok yang tidak beridentitas
memasuki Desa Picuan dengan menggunakan senjata api dan senjata tajam
lainnya (samurai), dan polisi sempat melepaskan tembakan disaat tidak
ada perlawanan dari warga. Tindakan inilah yang kemudian menyulut amarah
warga untuk mengusir polisi dari Desa karena dianggap mengganggu
kenyamanan yang sedang tidur dan merusak mobil-mobil yang ditumpangi
polisi dengan maksud agar mobil-mobil tersebut tidak akan dipakai lagi
untuk penyergapan-penyergapan tak berperikemanusian seperti yang terjadi
pada 20 April dinihari tersebut. Kejadian di 20 April dinihari ini
terus menerus dijadikan alasan oleh kepolisian untuk mengkriminalkan
rakyat Picuan dengan harapan agar rakyat Picuan mengendurkan semangatnya
untuk menolak pengalihan kawasan pertambangan rakyat menjadi
pertambangan koorporasi. Namun perjuangan rakyat tidaklah menunjukan
adanya penyurutan bahkan telah mendapat simpati dari berbagai elemen
masyarakat (Organisasi Mahasiswa), hingga berhujung pada penyerangan
kembali aparat kepolisian ke Desa Picuan dan Picuan Satu pada Sabtu 26
Mei 2012. Pada sabtu 26 Mei 2012 aparat kepolisian sejak pagi sudah
memblokade jalan masuk dan keluar Desa Picuan dan Picuan Satu dari arah
Desa Wanga dan Desa Lompat. Pada siang harinya polisi yang berada di
Perbatasan Lompat dan Picuan secara membabi buta menembaki rakyat Desa
Picuan yang tak bersenjata, hasilnya dua orang warga terkena tembakan
brutal polisi masing-masing Leri Sumolang (seorang petani yang baru
pulang kebun tertembak di pantat) dan Nautri Marentek (seorang remaja
yang tertembak di lengan). Polisi bahkan memblokade akses untuk evakuasi
korban luka tembak sehingga korban hanya di obati seadanya di desa.
Polisi dan beberapa kelompok lainnya yang ingin mengingkari Kedaulatan
Rakyat Picuan atas kawasan pertambangan rakyat, secara terus menerus
membangun kampanye tentang Desa Picuan dan Picuan Satu sebagai daerah
yang rawan dan berbahaya sehingga tidak dapat dikunjungi oleh awak media
dan warga yang bersimpati dengan perjuangan rakyat Picuan. Polisi
beberapa kali melakukan penyerbuan ke pemukiman penduduk untuk mencari
aktivis-aktivis mahasiswa yang sedang berada di Desa untuk
memperjuangkan penegakan Pasal 33 UUD 1945. Polisi bahkan menangkap
seorang aktivis mahasiswa (Iswadi Sual – Ketua LMND Minahasa) dan
memaksanya untuk tidak boleh terlibat lagi dalam perjuangan rakyat
Picuan. Tidak hanya menghadapi tindakan membabi buta aparatur
pemerintahan, perjuangan rakyat pun dilawan oleh politik adu domba
seperti masih di zaman penjajahan kolonial Belanda. Dimana ada
mobilisasi rakyat yang dibayar untuk melawan perjuangan rakyat Desa
Picuan dan Picuan Satu. Hal ini terbukti lewat beberapa pemberitaan
media tentang hasil wawancara tehadap massa demonstran yang menyatakan
bahwa mereka di bayar untuk melakukan aksi demonstrasi dalam rangka
menandingi Perjuangan rakyat Desa Picuan dan Picuan Satu. Menindak
lanjuti berbagai situasi diatas maka kami dari Liga Mahasiswa nasional
untuk Demokrasi (LMND), Ikatan Mahasiswa Minahasa Selatan (IMAMINSEL),
Gerakan Mahasiswa Talaud (GMT), menyatakan bahwa Perjuangan Rakyat
Picuan dan Picuan Satu adalah benar sebagai bagian untuk menegakan Pasal
33 UUD 1945 di bumi Indonesia, serta menuntut : 1. Kembalikan
kawasan pertambangan di Minahasa Selatan sebagai kawasan pertambangan
rakyat, dengan MENCABUT SK Bupati Minahasa Selatan No. 87 tahun 2010
tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi
Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT. Sumber
Energi Jaya. 2. Hentikan tindakan represif aparat kepolisian di Desa
Picuan dan Picuan I, serta tarik seluruh aparat keamanan ada di lokasi
tersebut. 3. Tangkap dan adili aparat kepolisian yang telah melakukan penembakan membabi buta terhadap rakyat yang tidak bersenjata 4. Berikan tindakan medis yang berkualitas terhadap korban penembakan aparat kepolisian secara gratis. 5. Bebaskan Tanpa Syarat Iswadi Sual yang ditangkap karena membela rakyat Picuan.
Koordinator Lapangan
Satriano Pangkey KRONOLOGI DI DESA PICUAN DAN PICUAN I, Kec. MOTOLING TIMUR, Kab. MINAHASA SELATAN, SULAWESI UTARA
FEBRUARI 2012
Terjadi penangkapan terhadap seorang pendeta Bpk. Edison Kesek oleh
aparat Polres Minahasa Selatan dengan tuduhan sebagai penambang ilegal
di kawasan pertambangan rakyat. Pendeta sendiri adalah anggota
koperasi pertambangan rakyat dan sering terlibat dalam penolakan
terhadap PT. Sumber Energi Jaya di kawasan pertambangan rakyat. Hingga saat ini, sang pendeta belum juga di bebaskan. Dan dikabarkan sedang mendekam di Tahanan Polda Sulut
JUMAT 20 APRIL 2012 PUKUL 02.00
Aparat Kepolisian masuk ke desa untuk menangkap beberapa orang yang
dituduh melakukan penambangan ilegal di kawasan pertambangan yang sudah
di jadikan kawasan pertambangan rakyat. Kawasan pertambangan tersebut
adalah kawasan pertambangan rakyat sesuai Keputusan Direktur Jenderal
Pertambangan Umum No 673K/20.01/DJP/1998 tentang Penetapan Wilayah
Pertambangan Rakyat untuk Bahan Galian Emas di daerah Alason dan
Ranoyapo Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara. Catatan : setelah pemekaran wilayah ini menjadi Kab. Minahasa Selatan.
Terjadi penganiayaan dan pengancaman serta penembakan disaat tidak ada
perlawanan dari warga dalam proses penangkapan tersebut, kejadian ini
menyulut kemarahan warga untuk melawan dan mengusir polisi dari desa
kerena dianggap telah mengganggu kenyamanan beristirahat warga. Warga
pun merusaki mobil yang digunakan oleh polisi untuk masuk ke desa dengan
maksud agar kendaraan tersebut tidak digunakan lagi untuk
kegiatan-kegiatan tidak berperikemanusiaan seperti ini. Mobil-mobil yang
semapat dirusak adalah 1 mobil polisi, 1 mobil kejaksaan, dan 8 mobil
pribadi. Saat penggeledahan mobil-mobil yang dipakai polisi dan
rombongannya, warga menemukan beberapa senjata tajam seperti samurai,
dimana warga sempat mendokumentasikan peralatan yang dibawa rombongan
polisi ini. Tidak ada aparat kepolisian yang dilukai oleh warga
walaupun polisi beberapa kali melepaskan tembakan ke udara yang dapat
memprovokasi kemarahan warga. Pada pagi harinya warga menemukan
beberapa aparat kepolisian yang sebelumnya lari ke hutan dan tidak
mengetahui jalan keluar dari hutan, warga kemudian memberikan makanan
dan mengantar polisi tersebut keluar dengan aman dari desa Polisi
kemudian menggunakan alasan pengrusakan mobil oleh warga tersebut untuk
mengkriminalkan setiap warga yang berkelamin laki-laki sebagai pelaku
kriminal pengrusakan mobil. Untuk beberapa hari sempat memblokade akses
masuk ke desa dan mengkampanyekan bahwa Desa Picuan dan Picuan I sebagai
daerah yang tidak aman sehingga penjual bahan pokok pun tidak masuk ke
Desa. Aparat kepolisisan pun melarang wartawan untuk mengakses berita
langsung di Desa picuan dengan alasan kondisinya tidak kondusif.
MINGGU IV APRIL DAN MINGGU I MEI 2012
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) dan Ikatan Mahasiswa
Minahasa Selatan (IMMAMINSEL) melakukan aksi solidaritas di depan kampus
Universitas Negeri Manado di Tondano untuk mengecam aksi kekerasan
aparat kepolisian dan mendukung perjuangan warga karena menilai kawasan
pertambangan rakyat adalah amanat dari Pasal 33 UUD 1945. LMND dan
IMMAMINSEL melakukan aksi di Kantor Bupati Minahasa Selatan dan DPRD
Kab. Minahasa Selatan pada 10 Mei 2012 untuk menolak SK Bupati Minahasa
Selatan No. 87 tahun 2010 tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha
Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
kepada PT. Sumber Energi Jaya selama 20 tahun di kawasan pertambangan
rakyat tersebut, dan menuntut penghentian berbagai upaya kriminalisasi
terhadap warga di Desa Picuan dan Picuan Satu.
MINGGU III DAN MINGGU IV MEI 2012 Warga melakukan serangkaian rapat-rapat desa untuk menyerap aspirasi setiap warga untuk menyikapi situasi di Desa mereka. Warga memasang berbagai spanduk di beberapa penjuru Desa sebagai bentuk penolakan terhadap PT. Sumber Energi Jaya.
Lewat Pemberitaan salah satu media cetak Lokal (Manado Post) sempat
dikampanyekan berita bohong tentang adanya pembakaran gereja di Desa
Picuan dengan motif menjelek-jelekan keadaan di Desa Picuan sehingga
sempat menyulut amarah warga. Jumat 25 Mei ada gelombang aksi massa
di Pemkab, Kejaksaan, dan Polres dari warga desa-desa lainnya untuk
mendukung PT.SEJ dan meminta penangkapan terhadap Mahasiswa dan
organisasi-organisasi yang ikut mengadvokasi permasalahan di Picuan. Aksi tersebut sempat di isi dengan aksi membakar foto seorang mahasiswa (Iswadi Sual) yang di tuduh sebagi provokator.
Oleh beberapa media cetak dan elektronik diberitakan bahwa demonstrasi
ini adalah demonstrasi yang dibayar. Info ini di dapat setelah
wartawannya melakukan wawancara dengan warga yang melakukan aksi
demonstrasi.
PENYERANGAN 26 MEI 2012 Pukul 08.00 :
Ratusan aparat kepolisian berkumpul di pintu masuk Desa Picuan dari Desa
Wanga dan Desa Lompat Kec. Motoling Timur Warga kemudian
berkumpul-kumpul di perbatasan Desa untuk mengantisipasi adanya
penyerangan polisi, karena info yang berkembang bahwa Polisi Menargetkan
Penangkapan terhadap Iswadi Sual (Ketua LMND Minahasa) dan beberapa
mahasiswa lainnya yang sedang berada di desa karena di tuduh sebagai
Provokator serta beberapa warga yang sering mengeluarkan pernyataan
menolak pertambangan oleh PT. SEJ di Minahasa Selatan. Pukul 10.00 :
Salah seorang mahasiswa (Iswadi Sual) mencoba meninggalkan Desa untuk
membantu kampanye tentang situasi di Desa Picuan dari luar Desa. Iswadi Sual di tahan dan dibawa ke Polres Minahsa Selatan di Amurang
David Mogogibung yang bersama-sama dengan Iswadi juga di tahan di
Polsek Motoling dengan tuduhan pesekongkolan dengan mahasiswa untuk
memprovokasi warga Picuan Pukul 13.00 : Rombongan Polisi dari arah
Desa Wanga yang dipimpin langsung oleh Kapolres Minahasa Selatan
mandatangi Desa Picuan. Masuknya polisi ke Desa Picuan dari arah Desa
Wanga tidak mendapat perlawanan dari warga karena polisi ingin
mengadakan dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat dikantor Kepala Desa
(HukumTua) Picuan. Disaat diskusi terjadi, dari arah Desa Lompat rombongan menyerbu masuk ke Desa sambil melakukan penembakan yang membabi buta.
Akibat penembakan polisi maka dua orang warga terkena tembakan
masing-masing: Leri Sumolang (tertembak di pantat sebelah kiri saat akan
kembali dari kebun) dan Nautri Marentek (seorang anak remaja yang
tertembak di lengan kanan) Catatan : Korban yang tertembak hingga
minggu 27 Mei hanya diberikan perawatan seadanya karena akses ke rumah
sakit di blokir oleh aparat kepolisian. Jatuhnya korban dari warga
kemudian menyulutkan amarah warga dan memaksakan warga untuk
mempertahankan kawasan tersebut, dan berhasil memukul mundur aparat
kepolisian yang mencoba masuk dari arah Desa Lompat. Warga
berinisiatif untuk segera mengungsikan aktivis-aktivis mahasiswa yang
masih berada di desa ke tempat yang lebih aman dari penyerangan polisi.
Saat kembali dari perbatasan Desa Picuan dan Desa Lompat untuk
menghadang aksi brutal polisi, massa melihat polisi-polisi dan berniat
meyerang polisi-polisi tersebut untuk mengusirnya, tapi kemarahan warga
ini dapat diredakan oleh tokoh-tokoh masyarakat yang ada. Lewat
pernyataan Kapolres disaat itu bahwa itu adalah peluru karet yang
digunakan untuk menembak, tapi warga mencurigai bahwa itu adalah peluru
tajam karena pada luka tembak Bpk. Leri Sumolang, pelurunya tembus.
Warga terus menekan aparat kepolisian agar keluar dari desa Pukul 16.00
dan akhirnya berhasil mengusir aparat kepolisian dari Desa. Aparat
kepolisian kemudian membangun posko di jalan masuk ke Desa Picuan.
Warga yang masih bertahan di Desa saat ini telah menyiapkan diri untuk
segala kemungkinan terburuk, termasuk kemungkinan akan adanya
penyerangan kembali oleh parat kepolisian ke Desa mereka. Pukul
19.00 : Warga mendapatkan informasi bahwa aparat kepolisian telah
menambah personil dan akan melakukan penyerangan lagi ke Desa.
Pukul 19.30 : Terdengar tanda bahaya (berupa bunyi tiang-tiang listrik)
yang bearti polisi sedang melakukan upaya menyerang kembali ke Desa,
warga berjaga-jaga, tapi tidak terjadi konfrontasi antara warga dan
polisi. Pukul 20.30 : Dilaporakan terjadi penjarahan hasil
perkebunan warga oleh aparat kepolisian untuk dijadikan makanan mereka
dan bertahan di kawasan sekitaran desa Picuan dan Picuan I. Minggu 27 Mei 2012 Pukul 09.00 : Sebagian besar warga sedang melakukan ibadah minggu.
Melihat situasi yang lengah dari penjagaan warga, maka kepolisian
secara paksa menyerbu ke Desa dan memeriksa seluruh rumah penduduk untuk
mencari dan menangkap aktivis-aktivis mahasiswa. Beberapa aktivis
mahasiswa dan tokoh masyarakat yang menjadi sasarat penangkapan sepihak
polisi tanpa alas an yang jelas berhasil meloloskan diri dan bertahan di
hutan-hutan di sekitar Desa. Pukul 13.00 : Iswadi menelepon
kawan-kawan di Desa Picuan dari Polres Minahasa Selatan dan
memberitahukan bahwa dia akan dibebaskan dengan syarat, dan telah
dipaksa untuk menanda tangani surat pernyataan untuk tidak terlibat
dalam perjuangan membantu warga picuan dengan tidak didampingi oleh
pengacara. Iswadi kemudian memberitahukan bahwa dia dipaksa oleh polisi
untuk meminta kawan-kawan untuk menurunkan berbagai spanduk penolakan,
spanduk Pasal 33 UUD 1945, dan bendera organisasi yang telah
dibentangkan di beberapa penjuru desa, tetapi di tolak oleh mahasiswa
dan warga yang masih bertahan di desa menolak. Kapolres yang berada
di Desa Mengkonfirmasi bahwa kehadiran mereka untuk mengamankan
kunjungan Bupati pada Senin, 28 Mei 2012 dI Picuan Masyarakat
memilih untuk bersabar hingga hari senin dan meminta kapolres agar
memenuhi janjinya, karena jika tidak maka mereka akan mengusir paksa
polisi dari Desa.